Kita perlu mengenal arti dan makna dosa sebagaimana
yang dimaksudkan Alkitab, agar dapat melangkah hati-hati di dalam kehidupan
ini. Alkitab menggunakan beraneka macam istilah untuk dosa. Hal ini tidak
mengherankan karena tema utama Alkitab adalah “pemberontakan manusia terhadap
Allah dan respon Allah yang penuh anugerah”. Berikut adalah istilah atau
kata-kata asli dalam Alkitab (Perjanjian Lama: Ibrani; Perjanjian Baru: Yunani)
yang diterjemahkan dalam Alkitab bahasa Indonesia sebagai “dosa”
Kalau kita melihat istilah yang dipakai dalam bahasa
Ibrani adalah “hatta”. Istilah ini berarti jatuh dan mengurangi standard dari
Tuhan yang suci (falling short of the standard of God). Jadi Allah telah
menetapkan suatu standard. Pada waktu kita lepas, kita turun dari standard yang
ditetapkan oleh Allah, itu disebut “hatta” (dosa), sehingga sebaiknya kita
mengerti istilah dosa, bukan dengan cara dunia dalam pengertian hukum. Waktu
berbicara tentang hukum berarti secara tidak sadar mereka sudah menyetujui
bahwa fakta dosa sudah ada di dalam dunia. Perkembangan yang terakhir, baik di
Sorbone University di Paris, sebagai sekolah yang terbesar dan terkenal di
dunia Latin, maupun di beberapa sekolah yang tertinggi di Amerika seperti
Harvard dan Yale University, menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk mencairkan
atau berusaha untuk mengurangi konsep-konsep tentang keseriusan dosa. Meskipun
demikian mereka tidak mungkin menolak bahwa fakta dosa itu memang ada di dalam
dunia. Berdasarkan pengertian akan fakta dosa secara serius, maka agama
mempunyai tempat dan akar yang cukup kuat dan tidak mungkin dapat dicabut oleh
kebudayaan manapun.
Dosa merupakan suatu fakta dan dalam pengertian
hukum dunia adalah pelanggaran terhadap sesuatu yang sudah secara perjanjian
bersama (konsensus) ditetapkan oleh ahli-ahli hukum agar menjadi patokan untuk
mengatur hidup sosial dan etika dalam masyarakat. Jikalau ahli-ahli hukum sudah
menyetujui secara konsensus lalu mencantumkan di dalam hukum suatu negara, maka
apa yang dicantumkan itu menjadi standard negara itu. Barangsiapa berbuat
sesuatu yang melanggar konsensus yang dicatat dalam hukum itu, disebut dosa. Di
sini saya melihat kelemahan dari semua negara, semua hukum dari dunia ini ialah
mereka hanya sanggup melihat dosa dari aspek yang paling rendah yaitu kelakuan
yang salah.
Sekali lagi, meskipun dalam hukum ditentukan
perbedaan hukuman atas kesalahan berencana atau yang tidak berencana, tetapi
tidak ada suatu hukum yang bisa langsung menghukum orang yang mempunyai niat
atau rencana di dalam hati namun belum melakukan sesuatu di luar. Maksudnya,
jikalau seseorang mempunyai hati yang ingin mencuri, tidak ada hukum di dunia
yang boleh langsung memenjarakan dia, kecuali dia sudah melaksanakannya. Dengan
demikian di seluruh dunia, pengertian hukum dan keadilan hanyalah dapat
mengerti dosa di dalam hal yang superficial (yang tampak di permukaan). Dunia
hanya mengerti dan menetapkan dosa berdasarkan sesuatu perbuatan yang dianggap
melanggar suatu konsensus tentang hukum.
Tetapi Alkitab tidak demikian. Alkitab berkata
dengan jelas, “yang membenci seseorang, sudah membunuh” (Matius 5:21-22). Di
sini etika Kristen adalah etika yang melampaui perbuatan yang nyata di dunia.
Etika Kristen merupakan etika yang langsung ditujukan kepada motivasi seseorang
secara terbuka di hadapan Tuhan. Allah sedemikian marah seperti api yang
menyala-nyala. Allah yang menembus hati sanubari manusia dan tidak melihat
perbuatan di luar, tetapi Dia melihat motivasi Saudara di dalam.
Dosa dan keadilan Allah, kebenaran Allah menuntut
kepada keseluruhan hidup kita, mulai dari motivasi di dalam, segala rencana di
dalam, pikiran di dalam, mentalitas di dalam, sikap yang setengah di dalam
setengah di luar, sampai perbuatan yang seluruhnya di luar. Semua ini dituntut
oleh Tuhan. Menjadi seorang manusia berarti menjadi orang yang dicipta menurut
peta dan teladan Allah dan dicipta supaya dia berdiri dan bertanggung jawab
secara pribadi kepada Tuhan Allah. (To be a man as created under the image and
the likeness of God is to exist with oneself alone before God). Tidak ada yang
lain yang bisa menghalangi. Saya di hadapan Allah harus memper tanggung jawab kan
segala motivasi saya, semua bibit pikiran saya, semua sikap mentalitas saya,
semua sikap dan sifat pribadi saya, semua perkataan saya. Ketotalan ini,
totalitas dan tanggung jawab ini, menjadikan kekristenan seperti apa yang
dikatakan Kierkegaard bahwa menjadi orang Kristen terlalu sulit, karena Allah
bukan menuntut hal-hal yang tampak di luar. Hukum-hukum di dunia terlalu
rendah. Mereka hanya bisa menunjukkan Saudara berdosa setelah mereka menemukan
dan membuktikan bahwa Saudara sudah berbuat, mengaku, atau sudah
mengekspresikan apa yang Saudara inginkan di dalam perbuatan yang merugikan
orang lain. Tetapi kekristenan dan iman Kristen bukan demikian. Ia telah
menuntut keseluruhan Saudara sampai ke dalam hati sanubarimu yang
sedalam-dalamnya, sampai ke dalam motivasi Saudara di hadapan Tuhan dimana
orang tidak melihat Tuhannya. Menjadi orang Kristen memang tidak mudah.
Di dalam dunia abad 20 terlalu banyak gereja yang
ingin mendapatkan anggota sebanyak mungkin, maka mereka menurunkan derajat mutu
kekristenan menjadi kekristenan yang mudah diterima, mudah dilaksanakan, namun
itu bukanlah kekristenan yang sejati. Turun lebih rendah daripada standard yang
telah ditetapkan oleh Tuhan, itulah dosa.
Alkitab memakai istilah ini 580 kali di dalam PL.
Istilah “hatta” merupakan suatu istilah yang begitu menyedihkan Tuhan. Orang
Kristen menunjukkan suatu hal yang tidak ada pada agama lain, yaitu Allah telah
menetapkan suatu standard bagi Saudara, sehingga Saudara tidak bisa hidup sembarangan. Di dalam agama- agama yang lain, mereka mempunyai standard mereka
sendiri. Mereka mempunyai tujuan mereka sendiri dan tujuan yang mereka harapkan
itu berdasarkan diri mereka yang sudah jatuh ke dalam dosa, yang tidak mereka
sadari. Mereka ingin mencapai suatu hidup yang tinggi yang suci. Namun
bagaimanapun tingginya tujuan itu hanyalah merupakan hasil dari otak yang sudah
jatuh di dalam dosa. Sedangkan waktu Allah mengatakan “hatta”, berarti Saudara
sudah lebih rendah daripada standard yang sudah ditetapkan oleh Allah sendiri.
Itu artinya dosa.
Dosa jangan hanya dimengerti sebagai mencuri,
berzinah, berjudi, main pelacur, atau mabuk-mabuk, itu memang tidak benar. Itu
dosa, Tetapi hal itu merupakan hal yang superfisial, yang ditujukan di luar.
Tuntutan Alkitab jauh lebih dalam dan lebih lengkap, secara totalitas daripada
itu. Suatu standard telah ditetapkan Allah bagi manusia sebagai syarat atau
kriteria tingkah laku dan moralitas manusia. Itu yang disebut kebenaran dan
keadilan Allah.
Kedua, “Khattat”. Istilah ini merupakan istilah yang
paling sering digunakan dalam Perjanjian Lama. Kata ini muncul ratusan kali
dalam Perjanjian Lama (580 kali). Beberapa ayat yang menggunakan kata ini
adalah: Kejadian 4:7; 39:9; Keluaran 32:30; Mazmur 51:6 dsb). Contoh dalam
Kejadian 4:7, “Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?
Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa (khattat) sudah mengintip di depan
pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” “Dosa”
dalam ayat tersebut berasal dari bahasa Ibrani “Khattat”.Khattat mengungkapkan
tentang pikiran yang tidak mengenai sasaran, membuat kesalahan, luput atau
gagal. Dalam pengertian ini, dosa mengacu kepada arti bahwa manusia tidak kena,
tidak sampai atau menyimpang dari tujuan dan maksud Allah. Hal ini mengandung
makna bahwa dosa itu bukan saja dilakukan melalui perkataan dan perbuatan
tetapi juga dalam keadaan dan sikap hati atau pikiran yang berdosa. Manusia
menyimpang dari jalan yang benar.
Ketiga, “Khet”. Merupakan istilah yang seasal dengan
khattat. Istilah ini diantaranya terdapat dalam kitab Mazmur 51:11 yang
berbunyi, “Sembunyikanlah wajah-Mu terhadap dosa (khet) ku, hapuskanlah segala
kesalahanku!“
\
Kempat, “Pesya”. Kata ini mempunyai arti tindakan
“memberontak”, “melawan”, “menentang”.“Pesha” berarti semacam pelanggaran.
Pelanggaran berarti ada suatu batas yang sudah ditetapkan, tetapi Saudara melewatinya
atau sudah ada suatu standard namun bukan saja tidak bisa mencapai tetapi juga
Saudara mau melawan atau melanggar. Maka pengertian ini bersangkut paut dengan
suatu pengetahuan yang jelas, ditambah dengan kemauan yang tidak mau taat. Saya
tahu apa itu baik, tapi saya sengaja melawan. Saya tahu batas sudah di situ,
tetapi saya sengaja mau melewatinya. Tahu batas dan tahu tidak baik, tapi
sengaja melewati, itu disebut “pesha”.
Jadi disini kita melihat dosa dinyatakan
oleh Alkitab, wahyu Tuhan, begitu jelas di dalam ketiga aspek yang besar.
Pertama, tidak mencapai atau menyeleweng dari standard yang ditetapkan Allah.
Kedua, merupakan suatu hal yang salah atau sesuatu yang tidak seharusnya
Saudara kerjakan, tapi Saudara kerjakan. Waktu Saudara sadar, Saudara tahu
sudah berlaku tidak benar. Ketiga, adalah suatu pelanggaran yang sengaja dari
seseorang.
Kalau kita meneliti semua yang menjadi pengalaman
kita masing-masing, maka Saudara mau tidak mau harus mengakui Firman Tuhan yang
diwahyukan Tuhan dalam kitab suci ini betul-betul benar.Dapat disimpulkan hal
ini menyangkut tentang pemberontakan atau pelanggaran terhadap kehendak dan
perintah Allah. Istilah ini diantaranya dapat ditemui di dalam kitab Kejadian
31:36; Amsal 28:13; Hosea 8:1. Dalam Kejadian 31:36 tertulis, “Lalu hati Yakub
panas dan ia bertengkar dengan Laban. Ia berkata kepada Laban: ‘Apakah
kesalahanku(pesya) apakah dosaku, maka engkau memburu aku sehebat itu?”
Kelima, “Syagag”. Kata ini berarti dosa yang “tidak
disengaja”, karena tidak hati-hati, karena tidak sadar dan tanpa diketahui.
Contoh penggunaannya adalah dalam Imamat 4:2, 13. Contoh penggunaan:
“Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seseorang tidak dengan sengaja berbuat
dosa (syagag) dalam sesuatu hal yang dilarang TUHAN dan ia memang melakukan
salah satu dari padanya,” (Imamat 4:2).
Keenam “Asyam”. Kata ini artinya adalah melanggar,
berbuat khilaf/kesalahan (Imamat 6:2,5,6; 7:1-7). Contoh penggunaan: “Apabila
seseorang berbuat dosa (asyam) dan berubah setia terhadap TUHAN, dan memungkiri
terhadap sesamanya barang yang dipercayakan kepadanya, atau barang yang
diserahkan kepadanya atau barang yang dirampasnya, atau apabila ia telah
melakukan pemerasan atas sesamanya,” (Imamat 6:2).
Ketujuh, “Awon/Avon”. Kata benda (nomina) Ibrani ‘ÂVON,
-âlef – vâv – nun, diterjemahkan oleh LAI dengan “hukuman”, “kedurjanaan”,
“kesalahan”, “dosa“. Kata ini berasal dari kata kerja ‘ÂVÂH, yang artinya
adalah “membengkokkan” yang lurus, “memutarbalikkan”, “mengubah bentuk”. Kata
ÂVON/AWON senantiasa dihubungkan dengan perbuatan jahat (sesat, menyeleweng,
murtad, dst) yang dilakukan semasa hidup di dunia. Contoh penggunaan: “”Tetapi
keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan
(awon) orang Amori itu belum genap.” (Kejadian 15:16)Istilah “avon” ini berarti
sesuatu “guilty” (kesalahan) atau suatu hal yang mengakibatkan kita merasa
patut dihukum. Istilah ini sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Suatu
perasaan di dalam diri kita yang menganggap diri cacat atau perasaan di dalam
jiwa yang merasa diri kurang benar, sehingga kita selalu merasa mau menegur
diri. Hal ini bersangkutpaut dengan fungsi hati nurani yang diberikan hanya
kepada manusia saja. Tidak ada binatang yang mempunyai ‘guilty feeling’, tidak
ada binatang yang bisa menegur diri karena merasakan sesuatu hal yang tidak
benar yang sudah diperbuatnya. Tetapi manusia tidak demikian. Setelah Saudara
berbuat kurang sopan terhadap seseorang, Saudara akan pikir lagi, “Wah, mengapa
tadi saya berbuat begitu ya? Seharusnya saya tidak begini, tapi mengapa begini
dan toh sudah begini lalu bagaimana atau terus begini?” Saudara mempunyai
perasaan berhutang atau perasaan bahwa Saudara patut dihukum. Perasaan
sedemikian berdasarkan suatu pikiran dari apa yang sudah Saudara kerjakan, lalu
hal itu dikaitkan dengan diri Saudara sebagai status dalam keadaan patut
dihukum, itu disebut “guilty”, “avon”.Sebagai kesimpulan, setidaknya ada tujuh
kata dalam Alkitab bahasa Ibrani Perjanjian Lama yang diterjemahkan sebagai
“dosa” dalam Alkitab bahasa Indonesia, atau “sin” dalam Alkitab yang berbahasa
Inggris.
Perjanjian Baru
Dalam Alkitab PB ada 2 istilah dalam bahasa Yunani
yang penting sekali.
Pertama, “Hamartia”.Kata ini mempunyai makna “tidak
mengenai sasaran atau meleset”. Kata ini merupakan kata yang paling umum
digunakan di dalam Perjanjian Baru. Kata ini ditulis 174 kali, dan 71 kali
diantaranya terdapat di dalam surat-surat rasul Paulus. Kata ini bukan hanya
menunjuk pada perbuatan dosa, tetapi juga keadaan hati dan pikiran yang jahat.
Contoh penggunaan: “Karena semua orang telah berbuat dosa (hamartia) dan telah
kehilangan kemuliaan Allah,” (Roma 3:23). Contoh lainnya: “”Ia akan melahirkan
anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan
menyelamatkan umat-Nya dari dosa (hamartia) mereka.” (Matius 1:21).Istilah
“hamartia” yang artinya adalah kehilangan, meleset dari target atau sasaran
yang ditetapkan. Jika saya melepaskan satu anak panah menuju pada satu sasaran
yang sudah jelas, yaitu lingkaran tertentu yang harus dicapai, tetapi anak
panah itu jatuh satu meter sebelum sasaran itu, maka itu disebut “hamartia”.
Sekali lagi saya berusaha untuk melepaskan panah, tetapi kini bukan tidak
sampai, tapi terus lewat jauh dari target yang ditetapkan, itupun disebut “hamartia”.
Atau ketiga kalinya saya melepaskan panah, panah itu terbang menuju sasaran,
namun menancap 2 cm dari sasaran, berhenti di pinggir target itu, itu tetap
artinya “hamartia”.
Jadi disini tidak peduli kurang berapa meter, lebih
berapa cm atau meleset hanya beberapa mm, itu semua dianggap sama. Hanya mereka
yang betul-betul kena dengan sasaran asli, itu yang dianggap benar. Yang lain
semua dianggap “hamartia”.
Kata ini berasal dari kata kerja “Parabaino” yang
maknanya adalah “melanggar“. Secara konseptual berarti berjalan melewati garis,
seperti para murid Yesus dituduh “melanggar” adat istiadat nenek moyang mereka,
dan ungkapan “melangkah keluar” dari ajaran Yesus dalam 2 Yohanes 1:9. Jadi,
“parabasis” berarti “pelanggaran” atau “menyimpang dari yang seharusnya”.
Dalam Perjanjian Baru, kata ini selalu dipakai dalam
hal pelanggaran hukum yang pasti (Roma 4:15; 2 Petrus 2:16). Hukum-hukum Allah
menuntut ketaatan manusia, dan jika manusia tidak mentaatinya berarti ia adalah
“pelanggar hukum” dan berdosa sehingga murka Allah akan menimpanya (Roma 4:15).
Contoh penggunaan: “Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan
itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa (Parabasis).” (1 Timotius 2:14).
kata ini memiliki makna “kejahatan”, “perbuatan yang
tidak benar”. Hal ini merupakan perbuatan lahiriah atau dari luar, yang dinilai
merupakan sesuatu perbuatan yang tidak benar sama seperti yang dikatakan oleh
hukum-hukum dunia tentang orang bersalah. Di pengadilan ketika semua
pemeriksaan sudah selesai, maka hakim akan memvonis, bahwa terdakwa bersalah.
Itulah adikia, berarti seseorang telah berbuat salah. Kata ini dipakai di 1
Yohanes 1:9; I Yohanes 5:17. Contoh penggunaan: “Semua kejahatan (adikia)
adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut.” (1 Yoh 5:17).
Adikia berarti perbuatan yang tidak benar. Hal ini
merupakan perbuatan lahiriah atau dari luar, yang dinilai merupakan sesuatu
perbuatan yang tidak benar sama seperti yang dikatakan oleh hukum- hukum dunia
tentang orang bersalah. Di pengadilan ketika semua pemeriksaan sudah selesai,
maka hakim akan memvonis, bahwa Saudara bersalah. Itulah “adikia”, berarti
Saudara sudah berbuat salah.
Tetapi Perjanjian Baru sama dengan Perjanjian Lama,
sama-sama wahyu yang diberikan oleh Allah yang suci, satu sumber, satu Roh
Kudus, satu Allah yang memberikan wahyu baik kepada Perjanjian Lama dengan
media bahasa Ibrani maupun kepada orang-orang di Perjanjian Baru dengan media
bahasa Yunani. Sumbernya satu, Allah yang satu, standard yang satu.
Kata ini berasal dari kata sifat “Anomos” yaitu
partikel negatif A dan kata benda “Nomos” (hukum). Jadi, anomia adalah “suatu
kondisi tanpa hukum karena mengabaikannya/tidak memperdulikan hukum/tidak
mentaati hukum”. Contoh penggunaan: “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar
juga hokum Allah (anomia), sebab dosa ialah ‘pelanggaran hukum Allah’ (
anomia).” (1 Yohanes 3:4).
Kata ini memiliki makna tentang kefasikan dan tidak
mengenal Allah (Titus 2:12).
Keenam adalah “Paraptoma.”
Kata ini memiliki makna kesalahan, tidak berdiri
teguh pada saat harus teguh, tidak sampai kepada yang seharusnya, pelanggaran
secara sengaja (Matius 6:14-15, Roma 4:24; Galatia 6:1; Yak 5:16).
Ketujuh adalah “Agnoema”.
Artinya tidak berpengetahuan, tidak berpengertian.
Contoh penggunaan: “tetapi ke dalam kemah yang kedua hanya Imam Besar saja yang
masuk sekali setahun, dan harus dengan darah yang ia persembahkan karena
dirinya sendiri dan karena ‘pelanggaran-pelanggaran’, yang dibuat oleh umatnya
‘dengan tidak sadar’ (agnoema).” (Ibrani 9:7).
Dari 14 istilah, tujuh dalam bahasa Ibrani, di PL
dan tujuh lagi dalam bahasa Yunani, kita melihat suatu gambaran yang jelas,
manusia dicipta bukan untuk kebebasan yang tanpa arah, tetapi manusia dicipta
dengan standard yang sudah ditetapkan!
Tugas seumur hidup yang paling penting bagi Saudara
ialah menemukan target yang Tuhan tetapkan bagi Saudara demi kemuliaan Allah.
Kalau kita sudah tepat pada target yang Tuhan tetapkan bagi kita, barulah kita
menjadi satu manusia yang tidak ada pelanggaran atau tidak ada keadaan jatuh
dari standard asli, baru kita disebut orang benar, orang yang sesuai dengan
kehendak Allah. Saya harap melalui pembinaan seperti ini, kita mengoreksi
konsep-konsep yang tidak benar.
Jika Saudara mengikuti kebaktian puluhan ribu kali
atau ratusan kali di gereja setiap minggu, tetapi teologi Saudara tidak
dibereskan, kalau iman Saudara tidak dibereskan oleh firman Alkitab sendiri,
Saudara menjadi orang Kristen yang terus terjerumus di dalam konsep- konsep
yang salah, maka segiat apapun tidak ada gunanya karena Saudara belum pernah
menemukan target itu apa, belum pernah menemukan definisi yang benar itu apa.
Pengertian-pengertian yang mengoreksi membuat kita mendapatkan suatu integrasi
yang betul-betul lengkap dan mengerti Firman Tuhan dengan baik lalu membuat
pelayanan kita menjadi baik.
Dari “hatta”, “avon”, “pesha”, “adikia”, “hamartia”
ini, arti istilah dosa dalam seluruh Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru begitu
jelas bahwa kalau standard yang ditetapkan oleh Tuhan kita lepas atau kita
kurangi atau belum kita capai disebut oleh Tuhan sebagai dosa.
Seumur hidup saya harus bertanya, “Tuhan sudahkah
saya mencapai standard yang telah Tuhan tetapkan bagi saya?” Kalau belum, saya
masih banyak kekurangan yang dianggap dosa oleh Tuhan.
Demikian juga dengan
Saudara. Namun pada zaman ini, orang bukan saja tidak mau mencapai standard
yang lebih tinggi, malahan minta diturunkan supaya cocok dengan pasaran
sekarang.
Kekristenan yang sedemikian tidak berpengharapan.
Kekristenan akan dirusak, akan digerogoti. Pada saat saya berkata demikian,
orang mengkritik, “Pendeta ini suka mengkritik, merasa hanya dia yang benar,
yang lain tidak benar.” Jika Saudara belum pernah tahu betul- betul apa itu
“benar”, Saudara tidak akan pernah sadar bahwa Saudara pasti tidak akan
menemukan yang tidak sempurna itu sebagai yang tidak sempurna. Mungkin setelah
saya meninggal baru orang mengerti apa yang sudah saya kerjakan semasa saya
hidup, tapi sudah terlambat.
Satu zaman ini akan digerogoti oleh
pengertian-pengertian tidak sempurna, tidak tepat, sehingga kekristenan akan
dirusakkan oleh mereka yang disebut pemimpin-pemimpin gereja.
Kapan iman Kristen akan
diluruskan kembali? Kapankah kita bertobat dan setia kepada firman Tuhan,
dimana seluruh dunia akan lenyap tetapi firman Tuhan tetap untuk
selama-lamanya? Hari ini kita boleh melihat orang tidak senang terhadap
pembahasan semacam ini, tetapi saya berkata, “Suatu hari gereja yang tidak
selalu setia kepada firman Tuhan harus diadili terlebih dahulu. Dan pada saat
itu sudah terlambat” Allah tidak mengadili berdasarkan seberapa banyak
pendengar Saudara atau seberapa pandainya Saudara. Tidak! Allah akan bertanya,
“Apa yang Saudara ajarkan?
No comments:
Post a Comment