(1) Yesus meninggikan para wanita di atas status
yang diberikan kepada mereka oleh masyarakat. Lukas adalah seorang pria yang memberikan
perhatian yang lebih besar pada wanita dalam catatannya daripada
penulis-penulis Perjanjian Baru lainnya. Sepanjang kehidupan dan pelayanan
Tuhan kita, Yesus mengasihi dan menjunjung tinggil para wanita. Dalam seluruh
Injil, para wanita diuraikan sebagai terang yang sangat menyenangkan.
(2) Yesus memakai dan mendorong para wanita dalam
pelayanan. Catatan Yesus mengenai wanita-wanita ini yang mengikuti Yesus dan
mendukung di Galilea adalah penghargaan kepada mereka dan kepada
pelayanan mereka. Ini memuji para wanita untuk kesetiaan mereka dan komitmen
kepada Tuhan dan ini memberi nilai pada pelayanan-pelayanan mereka sebagai
suatu kemitraan dalam memproklamirkan Injil.
(3) Yesus membedakanpelayanan kaum wanita dengan
kaum pria. Yesus tidak memakai kaum wanita dalam pelayanan dengan cara-cara
yang sama yang Ia gunakan terhadap pria. Ia tidak memilih 6 pria dan 6 wanita
sebagai rasul-rasul; Ia memilih 12 pria. Ia tidak mengutus 36 pria dan 36wanita dari kota ke kota ; Ia mengutus 72 pria. Yesus tidak mengutus
kaum wanita untuk berkhotbah kepada orang-orang. Yesus menggunakan wanita dalam
pelayanan, namun dalam suatu cara yang seluruhnya konsisten dengan
prinsip-prinsip dan praktek-praktek rasul Paulus, prinsip-prinsip dan praktek-praktek
yang dipandang sebagai “sempit” oleh beberapa kaum Injili dan kebanyakan
lainnya. Yesus tidak memakai kaum wanita dalam pelayanan-pelayanan yang
menyebabkan mereka mengajar atau memiliki otoritas di atas kaum pria.
(4) Yesus tidak mengizinkan budaya-Nya untuk
mendiktekan cara-cara dimana wanita-wanita digunakan dalam pelayanan. Sekarang
ini, beberapa orang Kristen dicobai untuk berpikir seperti ini: Yesus
meninggikan wanita-wanita di atas budaya zaman mereka. Oleh karena itu
orang-orang Kristen seharusnya terus mendorong hak-hak para wanita dan
pelayanan yang melampaui standar-standar dan struktur-struktur masyarakat. Jika
Yesus seorang “pembebas kaum wanita” pada zaman-Nya, gereja seharusnya
membebaskan wanita sekarang ini.,
Mereka kehilangan poin tentang apa yang Yesus
lakukan. Yesus tidak membiarkan budaya-Nya mendikte bagaimana wanita-wanitaberfungsi dalam pelayanan. Dalam zaman Yesus, budaya-budaya menekan para
wanita. Dalam zaman kita, budaya kita membebaskan wanita untuk berkembang tanpa
membedakan di antara pria dan wanita dalam urusan pelayanan mereka dan fungsi
mereka. Di gereja kita harus menaati perintah-perintah Allah, dan bukan budaya.
Jadi, daripada menekan budaya dengan meninggikan wanita (seperti Yesuslakukan), gereja dipaksa untuk memegang teguh pendirian dan menolak memberikan
para wanita jabatan dan fungsi yang sudah jelas tidak alkitabiah. Para wanita
dilarang dalam Firman Tuhan untuk mengajar atau memimpin pria (1 Timotius. 2:11-12),
dan gereja harus taat, apakah budaya atau wanita menerima ini sebagai adil dan
pantas atau tidak. Mengikuti Kristus sering berarti menolak budaya kita. Yesus
tidak membiarkan budaya-Nya mendiktekan praktek-Nya, namun lebih menggunakan
prinsip-prinsip ilahi. Kita harus melakukan seperti itu juga, apakah kita
dipuji atau diejek karena taat.
Dalam analisa akhir, kita tidak menghormati
para wanita dengan memperlakukan mereka seperti pria. Kita menghormati mereka
dengan memperlakukan mereka seperti seorang ciptaan istimewa Tuhan, dengan
suatu pujian, bukan sebagai suatu peran yang bersaing dengan kaum pria.
(5) Kerohanian seseorang atau kepeduliannya terhadap
Kristus tidak diukur oleh keunggulan, kuasa, atau posisi seseorang, namun oleh
hati seseorang terhadap Allah dan pengabdian kepada-Nya. Alasan mengapa para
pria dan wanita menuntut “hak” untuk memiliki posisi-posisi yang berkuasa dan
kehormatan adalah karena kita berpikir bahwa kepedulian kita terhadap Tuhan
diukur dengan status kita di hadapan manusia. Saya sedikit ragu-ragu bahwa para
wanita yang Lukas sebutkan dalam teks kita lebih “rohani”, lebih cepat
mengerti, daripada 12 murid.
Para pria yang mengikuti Yesus ingin memanggil api
turun terhadap musuh-musuh Tuhan; mereka ingin memperoleh kuasa dan kehebatan
untuk diri mereka sendiri; mereka berdebat tentang siapa yang terbesar dalam
kerajaan Allah; mereka gagal meraih pengertian-pengertian tentang apa yang
Yesus katakan dan lakukan. Para wanita, sebaliknya, tampaknya lebih peka, lebih
mengabdi pada ibadah murni pada Juruselamat, dan lebih lekas mengerti bahwa
kematian Yesus menjadi nyata (karena itu, pengurapan Yesus untuk
penguburan-Nya, oleh seorang wanita, tentu saja).
Posisi dan kuasa tidak ada
urusan dengan pengabdian mereka kepada Kristus dan akrabnya persekutuan mereka
dengan-Nya. Jadi, “memiliki suatu pelayanan yang penting” tidaklah, dan tak
pernah menjadi kekuatan yang mendorong dalam hidup wanita-wanita yang saleh
ini. Mereka hanya ingin berada bersama-Nya, bahkan seandainya mereka sedang
membasuh kaki-Nya. Mari kita juga berusaha memiliki pikiran seperti ini.
No comments:
Post a Comment