Alkitab menyatakan bahwa iman timbul dari pendengaran dan
pendengaran oleh firman Kristus (Roma. 10:17). Jika benih Firman yang didengar
jatuh ke tanah yang subur maka ia akan berakar, bertumbuh, dan berbuah. Namun
demikian banyak orang Kristen yang mendengarkan firman Tuhan, hidupnya tidak
berbuah. Tidak sedikit orang Kristen yang mengaku dipenuhi Roh Kudus namun
hidupnya menunjukkan buah yang sama sekali tidak sesuai dengan prinsip firman
Tuhan. Tuhan Yesus berkata, “Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri
atau buah ara dari rumput duri?” Buah yang dihasilkan merupakan tanda dari
pohonnya, demikian juga orang Kristen tercermin dari buahnya.
Lalu, mengapa ada orang Kristen yang tidak berbuah?
Bagaimanakah agar kita dapat berbuah? Seperti apakah buah yang dihasilkan dalam
diri orang Kristen? Bagaimanakah peranan Roh Kudus di dalamnya? Apa dan
bagaimanakah yang dimaksud dengan buah Roh? Kemudian, apakah itu buah Injil?
Semua pertanyaan penting ini dipaparkan dengan jelas dalam buku ini.
Menghasilkan buah merupakan tanda bahwa suatu pohon itu
hidup, bertumbuh, dan sudah matang. Selain itu, buah juga menyatakan jenis dari
pohon tersebut. Buah yang kita hasilkan merupakan tanda kehidupan, pertumbuhan,kematangan, dan jenis. Ditambah lagi, buah seorang Kristen menunjukkan sampai
di mana derajat hidup orang tersebut. Dalam buku ini, Pdt. Dr. Stephen Tong
membagikan pengamatannya bahwa ternyata banyak orang Kristen hanya meniru orang
Kristen lainnya yang lebih dewasa. Yang dilakukan oleh orang Kristen yang dewasa
adalah sesuatu yang timbul secara alami, seperti air yang tumpah dari gelas
yang diisi penuh. Sedangkan orang yang meniru adalah seperti gelas yang belum
penuh tetapi bocor, akhirnya semua yang dilakukannya tidaklah dilakukan dengan
sungguh hati namun karena paksaan (hal. 17).
Lalu, bagaimana agar kita bisa menghasilkan buah yang
sejati, yang sesuai dengan firman Tuhan? Menarik sekali, salah satu prinsip
yang diberikan oleh Penulis dalam buku ini adalah bahwa Tuhan membersihkan
ranting-ranting yang berbuah supaya berbuah lebih banyak. Kadang Tuhan merusak
gambaran yang kita idamkan, mengambil orang yang paling kita cintai, dan
memberikan hal-hal yang paling sulit dalam hidup kita. Cara Tuhan sering kali
berlawanan dengan logika dan pikiran manusia, tetapi justru cara Tuhan adalah
cara yang terbaik (hal. 26).
Di bagian lain dalam buku ini juga diberikan perbandingan
yang sangat menarik antara buah kedagingan dan buah Roh (Galatia. 5:19-22).
Tentang kemarahan, Pdt. Dr. Stephen Tong menunjukkan bahwa tidak semua
kemarahan itu buruk. Kemarahan menjadi suatu hal yang buruk kalau ia menguasai
pikiran dan kebenaran, tetapi kemarahan yang mempunyai dasar kebenaran adalah
kemarahan yang suci dan betul-betul dipakai oleh Tuhan (hal. 58).
Penulis
menyimpulkan hal ini dengan sangat jelas, “Kemarahan yang berlebihan merusak
kemuliaan Tuhan. Kemarahan
manusia bisa memuliakan Tuhan jika marah itu sesuai dengan kemarahan Allah.” (hal. 59)
Sering kali, orang yang bukan Kristen justru menunjukkan
kebaikan yang lebih dibandingkan orang Kristen. Perasaan seperti itu timbul
karena standar kebaikan orang secara mayoritas didasarkan kepada ‘apakah dia
baik kepada saya atau tidak’ sehingga kita tidak dapat menilai kebaikan itu
dengan baik.
Penulis menyatakan, “Yang baik kepada kita, belum tentu orang
baik; yang kurang baik kepada kita, belum tentu orang jahat.” (hal. 74)
Pepatah Perancis mengatakan bahwa orang baik adalah orang egois yang mempunyai
pikiran panjang.
Berbeda dengan kebaikan semua, kebaikan sejati adalah buah
Roh Kudus: kebaikan yang tidak menghiraukan pamrih ataupun balasan, tetapi
mengalir dari motivasi yang suci, yang rela mengorbankan diri sendiri untuk
membangun orang lain.
No comments:
Post a Comment