Thursday, June 14, 2012

Akar Dosa


Kita perlu mengenal arti dan makna dosa sebagaimana yang dimaksudkan Alkitab, agar dapat melangkah hati-hati di dalam kehidupan ini. Alkitab menggunakan beraneka macam istilah untuk dosa. Hal ini tidak mengherankan karena tema utama Alkitab adalah “pemberontakan manusia terhadap Allah dan respon Allah yang penuh anugerah”. Berikut adalah istilah atau kata-kata asli dalam Alkitab (Perjanjian Lama: Ibrani; Perjanjian Baru: Yunani) yang diterjemahkan dalam Alkitab bahasa Indonesia sebagai “dosa”

  


Kalau kita melihat istilah yang dipakai dalam bahasa Ibrani adalah “hatta”. Istilah ini berarti jatuh dan mengurangi standard dari Tuhan yang suci (falling short of the standard of God). Jadi Allah telah menetapkan suatu standard. Pada waktu kita lepas, kita turun dari standard yang ditetapkan oleh Allah, itu disebut “hatta” (dosa), sehingga sebaiknya kita mengerti istilah dosa, bukan dengan cara dunia dalam pengertian hukum. Waktu berbicara tentang hukum berarti secara tidak sadar mereka sudah menyetujui bahwa fakta dosa sudah ada di dalam dunia. Perkembangan yang terakhir, baik di Sorbone University di Paris, sebagai sekolah yang terbesar dan terkenal di dunia Latin, maupun di beberapa sekolah yang tertinggi di Amerika seperti Harvard dan Yale University, menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk mencairkan atau berusaha untuk mengurangi konsep-konsep tentang keseriusan dosa. Meskipun demikian mereka tidak mungkin menolak bahwa fakta dosa itu memang ada di dalam dunia. Berdasarkan pengertian akan fakta dosa secara serius, maka agama mempunyai tempat dan akar yang cukup kuat dan tidak mungkin dapat dicabut oleh kebudayaan manapun.
Dosa merupakan suatu fakta dan dalam pengertian hukum dunia adalah pelanggaran terhadap sesuatu yang sudah secara perjanjian bersama (konsensus) ditetapkan oleh ahli-ahli hukum agar menjadi patokan untuk mengatur hidup sosial dan etika dalam masyarakat. Jikalau ahli-ahli hukum sudah menyetujui secara konsensus lalu mencantumkan di dalam hukum suatu negara, maka apa yang dicantumkan itu menjadi standard negara itu. Barangsiapa berbuat sesuatu yang melanggar konsensus yang dicatat dalam hukum itu, disebut dosa. Di sini saya melihat kelemahan dari semua negara, semua hukum dari dunia ini ialah mereka hanya sanggup melihat dosa dari aspek yang paling rendah yaitu kelakuan yang salah.

Sekali lagi, meskipun dalam hukum ditentukan perbedaan hukuman atas kesalahan berencana atau yang tidak berencana, tetapi tidak ada suatu hukum yang bisa langsung menghukum orang yang mempunyai niat atau rencana di dalam hati namun belum melakukan sesuatu di luar. Maksudnya, jikalau seseorang mempunyai hati yang ingin mencuri, tidak ada hukum di dunia yang boleh langsung memenjarakan dia, kecuali dia sudah melaksanakannya. Dengan demikian di seluruh dunia, pengertian hukum dan keadilan hanyalah dapat mengerti dosa di dalam hal yang superficial (yang tampak di permukaan). Dunia hanya mengerti dan menetapkan dosa berdasarkan sesuatu perbuatan yang dianggap melanggar suatu konsensus tentang hukum.

Tetapi Alkitab tidak demikian. Alkitab berkata dengan jelas, “yang membenci seseorang, sudah membunuh” (Matius 5:21-22). Di sini etika Kristen adalah etika yang melampaui perbuatan yang nyata di dunia. Etika Kristen merupakan etika yang langsung ditujukan kepada motivasi seseorang secara terbuka di hadapan Tuhan. Allah sedemikian marah seperti api yang menyala-nyala. Allah yang menembus hati sanubari manusia dan tidak melihat perbuatan di luar, tetapi Dia melihat motivasi Saudara di dalam.

Dosa dan keadilan Allah, kebenaran Allah menuntut kepada keseluruhan hidup kita, mulai dari motivasi di dalam, segala rencana di dalam, pikiran di dalam, mentalitas di dalam, sikap yang setengah di dalam setengah di luar, sampai perbuatan yang seluruhnya di luar. Semua ini dituntut oleh Tuhan. Menjadi seorang manusia berarti menjadi orang yang dicipta menurut peta dan teladan Allah dan dicipta supaya dia berdiri dan bertanggung jawab secara pribadi kepada Tuhan Allah. (To be a man as created under the image and the likeness of God is to exist with oneself alone before God). Tidak ada yang lain yang bisa menghalangi. Saya di hadapan Allah harus memper tanggung jawab kan segala motivasi saya, semua bibit pikiran saya, semua sikap mentalitas saya, semua sikap dan sifat pribadi saya, semua perkataan saya. Ketotalan ini, totalitas dan tanggung jawab ini, menjadikan kekristenan seperti apa yang dikatakan Kierkegaard bahwa menjadi orang Kristen terlalu sulit, karena Allah bukan menuntut hal-hal yang tampak di luar. Hukum-hukum di dunia terlalu rendah. Mereka hanya bisa menunjukkan Saudara berdosa setelah mereka menemukan dan membuktikan bahwa Saudara sudah berbuat, mengaku, atau sudah mengekspresikan apa yang Saudara inginkan di dalam perbuatan yang merugikan orang lain. Tetapi kekristenan dan iman Kristen bukan demikian. Ia telah menuntut keseluruhan Saudara sampai ke dalam hati sanubarimu yang sedalam-dalamnya, sampai ke dalam motivasi Saudara di hadapan Tuhan dimana orang tidak melihat Tuhannya. Menjadi orang Kristen memang tidak mudah.

Di dalam dunia abad 20 terlalu banyak gereja yang ingin mendapatkan anggota sebanyak mungkin, maka mereka menurunkan derajat mutu kekristenan menjadi kekristenan yang mudah diterima, mudah dilaksanakan, namun itu bukanlah kekristenan yang sejati. Turun lebih rendah daripada standard yang telah ditetapkan oleh Tuhan, itulah dosa.

Alkitab memakai istilah ini 580 kali di dalam PL. Istilah “hatta” merupakan suatu istilah yang begitu menyedihkan Tuhan. Orang Kristen menunjukkan suatu hal yang tidak ada pada agama lain, yaitu Allah telah menetapkan suatu standard bagi Saudara, sehingga Saudara tidak bisa hidup sembarangan. Di dalam agama- agama yang lain, mereka mempunyai standard mereka sendiri. Mereka mempunyai tujuan mereka sendiri dan tujuan yang mereka harapkan itu berdasarkan diri mereka yang sudah jatuh ke dalam dosa, yang tidak mereka sadari. Mereka ingin mencapai suatu hidup yang tinggi yang suci. Namun bagaimanapun tingginya tujuan itu hanyalah merupakan hasil dari otak yang sudah jatuh di dalam dosa. Sedangkan waktu Allah mengatakan “hatta”, berarti Saudara sudah lebih rendah daripada standard yang sudah ditetapkan oleh Allah sendiri. Itu artinya dosa.

Dosa jangan hanya dimengerti sebagai mencuri, berzinah, berjudi, main pelacur, atau mabuk-mabuk, itu memang tidak benar. Itu dosa, Tetapi hal itu merupakan hal yang superfisial, yang ditujukan di luar. Tuntutan Alkitab jauh lebih dalam dan lebih lengkap, secara totalitas daripada itu. Suatu standard telah ditetapkan Allah bagi manusia sebagai syarat atau kriteria tingkah laku dan moralitas manusia. Itu yang disebut kebenaran dan keadilan Allah.

Kedua, “Khattat”. Istilah ini merupakan istilah yang paling sering digunakan dalam Perjanjian Lama. Kata ini muncul ratusan kali dalam Perjanjian Lama (580 kali). Beberapa ayat yang menggunakan kata ini adalah: Kejadian 4:7; 39:9; Keluaran 32:30; Mazmur 51:6 dsb). Contoh dalam Kejadian 4:7, “Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa (khattat) sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” “Dosa” dalam ayat tersebut berasal dari bahasa Ibrani “Khattat”.Khattat mengungkapkan tentang pikiran yang tidak mengenai sasaran, membuat kesalahan, luput atau gagal. Dalam pengertian ini, dosa mengacu kepada arti bahwa manusia tidak kena, tidak sampai atau menyimpang dari tujuan dan maksud Allah. Hal ini mengandung makna bahwa dosa itu bukan saja dilakukan melalui perkataan dan perbuatan tetapi juga dalam keadaan dan sikap hati atau pikiran yang berdosa. Manusia menyimpang dari jalan yang benar.

Ketiga, “Khet”. Merupakan istilah yang seasal dengan khattat. Istilah ini diantaranya terdapat dalam kitab Mazmur 51:11 yang berbunyi, “Sembunyikanlah wajah-Mu terhadap dosa (khet) ku, hapuskanlah segala kesalahanku!“
\
Kempat, “Pesya”. Kata ini mempunyai arti tindakan “memberontak”, “melawan”, “menentang”.“Pesha” berarti semacam pelanggaran. Pelanggaran berarti ada suatu batas yang sudah ditetapkan, tetapi Saudara melewatinya atau sudah ada suatu standard namun bukan saja tidak bisa mencapai tetapi juga Saudara mau melawan atau melanggar. Maka pengertian ini bersangkut paut dengan suatu pengetahuan yang jelas, ditambah dengan kemauan yang tidak mau taat. Saya tahu apa itu baik, tapi saya sengaja melawan. Saya tahu batas sudah di situ, tetapi saya sengaja mau melewatinya. Tahu batas dan tahu tidak baik, tapi sengaja melewati, itu disebut “pesha”.

Jadi disini kita melihat dosa dinyatakan oleh Alkitab, wahyu Tuhan, begitu jelas di dalam ketiga aspek yang besar. Pertama, tidak mencapai atau menyeleweng dari standard yang ditetapkan Allah. Kedua, merupakan suatu hal yang salah atau sesuatu yang tidak seharusnya Saudara kerjakan, tapi Saudara kerjakan. Waktu Saudara sadar, Saudara tahu sudah berlaku tidak benar. Ketiga, adalah suatu pelanggaran yang sengaja dari seseorang.

Kalau kita meneliti semua yang menjadi pengalaman kita masing-masing, maka Saudara mau tidak mau harus mengakui Firman Tuhan yang diwahyukan Tuhan dalam kitab suci ini betul-betul benar.Dapat disimpulkan hal ini menyangkut tentang pemberontakan atau pelanggaran terhadap kehendak dan perintah Allah. Istilah ini diantaranya dapat ditemui di dalam kitab Kejadian 31:36; Amsal 28:13; Hosea 8:1. Dalam Kejadian 31:36 tertulis, “Lalu hati Yakub panas dan ia bertengkar dengan Laban. Ia berkata kepada Laban: ‘Apakah kesalahanku(pesya) apakah dosaku, maka engkau memburu aku sehebat itu?”

Kelima, “Syagag”. Kata ini berarti dosa yang “tidak disengaja”, karena tidak hati-hati, karena tidak sadar dan tanpa diketahui. Contoh penggunaannya adalah dalam Imamat 4:2, 13. Contoh penggunaan: “Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seseorang tidak dengan sengaja berbuat dosa (syagag) dalam sesuatu hal yang dilarang TUHAN dan ia memang melakukan salah satu dari padanya,” (Imamat 4:2).

Keenam “Asyam”. Kata ini artinya adalah melanggar, berbuat khilaf/kesalahan (Imamat 6:2,5,6; 7:1-7). Contoh penggunaan: “Apabila seseorang berbuat dosa (asyam) dan berubah setia terhadap TUHAN, dan memungkiri terhadap sesamanya barang yang dipercayakan kepadanya, atau barang yang diserahkan kepadanya atau barang yang dirampasnya, atau apabila ia telah melakukan pemerasan atas sesamanya,” (Imamat 6:2).

Ketujuh, “Awon/Avon”. Kata benda (nomina) Ibrani ‘ÂVON, -âlef – vâv – nun, diterjemahkan oleh LAI dengan “hukuman”, “kedurjanaan”, “kesalahan”, “dosa“. Kata ini berasal dari kata kerja ‘ÂVÂH, yang artinya adalah “membengkokkan” yang lurus, “memutarbalikkan”, “mengubah bentuk”. Kata ÂVON/AWON senantiasa dihubungkan dengan perbuatan jahat (sesat, menyeleweng, murtad, dst) yang dilakukan semasa hidup di dunia. Contoh penggunaan: “”Tetapi keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan (awon) orang Amori itu belum genap.” (Kejadian 15:16)Istilah “avon” ini berarti sesuatu “guilty” (kesalahan) atau suatu hal yang mengakibatkan kita merasa patut dihukum. Istilah ini sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Suatu perasaan di dalam diri kita yang menganggap diri cacat atau perasaan di dalam jiwa yang merasa diri kurang benar, sehingga kita selalu merasa mau menegur diri. Hal ini bersangkutpaut dengan fungsi hati nurani yang diberikan hanya kepada manusia saja. Tidak ada binatang yang mempunyai ‘guilty feeling’, tidak ada binatang yang bisa menegur diri karena merasakan sesuatu hal yang tidak benar yang sudah diperbuatnya. Tetapi manusia tidak demikian. Setelah Saudara berbuat kurang sopan terhadap seseorang, Saudara akan pikir lagi, “Wah, mengapa tadi saya berbuat begitu ya? Seharusnya saya tidak begini, tapi mengapa begini dan toh sudah begini lalu bagaimana atau terus begini?” Saudara mempunyai perasaan berhutang atau perasaan bahwa Saudara patut dihukum. Perasaan sedemikian berdasarkan suatu pikiran dari apa yang sudah Saudara kerjakan, lalu hal itu dikaitkan dengan diri Saudara sebagai status dalam keadaan patut dihukum, itu disebut “guilty”, “avon”.Sebagai kesimpulan, setidaknya ada tujuh kata dalam Alkitab bahasa Ibrani Perjanjian Lama yang diterjemahkan sebagai “dosa” dalam Alkitab bahasa Indonesia, atau “sin” dalam Alkitab yang berbahasa Inggris.

Perjanjian Baru

Dalam Alkitab PB ada 2 istilah dalam bahasa Yunani yang penting sekali.

Pertama, “Hamartia”.Kata ini mempunyai makna “tidak mengenai sasaran atau meleset”. Kata ini merupakan kata yang paling umum digunakan di dalam Perjanjian Baru. Kata ini ditulis 174 kali, dan 71 kali diantaranya terdapat di dalam surat-surat rasul Paulus. Kata ini bukan hanya menunjuk pada perbuatan dosa, tetapi juga keadaan hati dan pikiran yang jahat. Contoh penggunaan: “Karena semua orang telah berbuat dosa (hamartia) dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” (Roma 3:23). Contoh lainnya: “”Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa (hamartia) mereka.” (Matius 1:21).Istilah “hamartia” yang artinya adalah kehilangan, meleset dari target atau sasaran yang ditetapkan. Jika saya melepaskan satu anak panah menuju pada satu sasaran yang sudah jelas, yaitu lingkaran tertentu yang harus dicapai, tetapi anak panah itu jatuh satu meter sebelum sasaran itu, maka itu disebut “hamartia”. Sekali lagi saya berusaha untuk melepaskan panah, tetapi kini bukan tidak sampai, tapi terus lewat jauh dari target yang ditetapkan, itupun disebut “hamartia”. Atau ketiga kalinya saya melepaskan panah, panah itu terbang menuju sasaran, namun menancap 2 cm dari sasaran, berhenti di pinggir target itu, itu tetap artinya “hamartia”.
Jadi disini tidak peduli kurang berapa meter, lebih berapa cm atau meleset hanya beberapa mm, itu semua dianggap sama. Hanya mereka yang betul-betul kena dengan sasaran asli, itu yang dianggap benar. Yang lain semua dianggap “hamartia”.


Kata ini berasal dari kata kerja “Parabaino” yang maknanya adalah “melanggar“. Secara konseptual berarti berjalan melewati garis, seperti para murid Yesus dituduh “melanggar” adat istiadat nenek moyang mereka, dan ungkapan “melangkah keluar” dari ajaran Yesus dalam 2 Yohanes 1:9. Jadi, “parabasis” berarti “pelanggaran” atau “menyimpang dari yang seharusnya”.
Dalam Perjanjian Baru, kata ini selalu dipakai dalam hal pelanggaran hukum yang pasti (Roma 4:15; 2 Petrus 2:16). Hukum-hukum Allah menuntut ketaatan manusia, dan jika manusia tidak mentaatinya berarti ia adalah “pelanggar hukum” dan berdosa sehingga murka Allah akan menimpanya (Roma 4:15). Contoh penggunaan: “Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa (Parabasis).” (1 Timotius 2:14).


kata ini memiliki makna “kejahatan”, “perbuatan yang tidak benar”. Hal ini merupakan perbuatan lahiriah atau dari luar, yang dinilai merupakan sesuatu perbuatan yang tidak benar sama seperti yang dikatakan oleh hukum-hukum dunia tentang orang bersalah. Di pengadilan ketika semua pemeriksaan sudah selesai, maka hakim akan memvonis, bahwa terdakwa bersalah. Itulah adikia, berarti seseorang telah berbuat salah. Kata ini dipakai di 1 Yohanes 1:9; I Yohanes 5:17. Contoh penggunaan: “Semua kejahatan (adikia) adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut.” (1 Yoh 5:17).
Adikia berarti perbuatan yang tidak benar. Hal ini merupakan perbuatan lahiriah atau dari luar, yang dinilai merupakan sesuatu perbuatan yang tidak benar sama seperti yang dikatakan oleh hukum- hukum dunia tentang orang bersalah. Di pengadilan ketika semua pemeriksaan sudah selesai, maka hakim akan memvonis, bahwa Saudara bersalah. Itulah “adikia”, berarti Saudara sudah berbuat salah.
Tetapi Perjanjian Baru sama dengan Perjanjian Lama, sama-sama wahyu yang diberikan oleh Allah yang suci, satu sumber, satu Roh Kudus, satu Allah yang memberikan wahyu baik kepada Perjanjian Lama dengan media bahasa Ibrani maupun kepada orang-orang di Perjanjian Baru dengan media bahasa Yunani. Sumbernya satu, Allah yang satu, standard yang satu.


Kata ini berasal dari kata sifat “Anomos” yaitu partikel negatif A dan kata benda “Nomos” (hukum). Jadi, anomia adalah “suatu kondisi tanpa hukum karena mengabaikannya/tidak memperdulikan hukum/tidak mentaati hukum”. Contoh penggunaan: “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hokum Allah (anomia), sebab dosa ialah ‘pelanggaran hukum Allah’ ( anomia).” (1 Yohanes 3:4).


Kata ini memiliki makna tentang kefasikan dan tidak mengenal Allah (Titus 2:12).
Keenam adalah “Paraptoma.”
Kata ini memiliki makna kesalahan, tidak berdiri teguh pada saat harus teguh, tidak sampai kepada yang seharusnya, pelanggaran secara sengaja (Matius 6:14-15, Roma 4:24; Galatia 6:1; Yak 5:16).
Ketujuh adalah “Agnoema”.

Artinya tidak berpengetahuan, tidak berpengertian. Contoh penggunaan: “tetapi ke dalam kemah yang kedua hanya Imam Besar saja yang masuk sekali setahun, dan harus dengan darah yang ia persembahkan karena dirinya sendiri dan karena ‘pelanggaran-pelanggaran’, yang dibuat oleh umatnya ‘dengan tidak sadar’ (agnoema).” (Ibrani 9:7).
Dari 14 istilah, tujuh dalam bahasa Ibrani, di PL dan tujuh lagi dalam bahasa Yunani, kita melihat suatu gambaran yang jelas, manusia dicipta bukan untuk kebebasan yang tanpa arah, tetapi manusia dicipta dengan standard yang sudah ditetapkan!

Tugas seumur hidup yang paling penting bagi Saudara ialah menemukan target yang Tuhan tetapkan bagi Saudara demi kemuliaan Allah. Kalau kita sudah tepat pada target yang Tuhan tetapkan bagi kita, barulah kita menjadi satu manusia yang tidak ada pelanggaran atau tidak ada keadaan jatuh dari standard asli, baru kita disebut orang benar, orang yang sesuai dengan kehendak Allah. Saya harap melalui pembinaan seperti ini, kita mengoreksi konsep-konsep yang tidak benar.
Jika Saudara mengikuti kebaktian puluhan ribu kali atau ratusan kali di gereja setiap minggu, tetapi teologi Saudara tidak dibereskan, kalau iman Saudara tidak dibereskan oleh firman Alkitab sendiri, 

Saudara menjadi orang Kristen yang terus terjerumus di dalam konsep- konsep yang salah, maka segiat apapun tidak ada gunanya karena Saudara belum pernah menemukan target itu apa, belum pernah menemukan definisi yang benar itu apa. Pengertian-pengertian yang mengoreksi membuat kita mendapatkan suatu integrasi yang betul-betul lengkap dan mengerti Firman Tuhan dengan baik lalu membuat pelayanan kita menjadi baik.

Dari “hatta”, “avon”, “pesha”, “adikia”, “hamartia” ini, arti istilah dosa dalam seluruh Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru begitu jelas bahwa kalau standard yang ditetapkan oleh Tuhan kita lepas atau kita kurangi atau belum kita capai disebut oleh Tuhan sebagai dosa.
Seumur hidup saya harus bertanya, “Tuhan sudahkah saya mencapai standard yang telah Tuhan tetapkan bagi saya?” Kalau belum, saya masih banyak kekurangan yang dianggap dosa oleh Tuhan. 

Demikian juga dengan Saudara. Namun pada zaman ini, orang bukan saja tidak mau mencapai standard yang lebih tinggi, malahan minta diturunkan supaya cocok dengan pasaran sekarang.
Kekristenan yang sedemikian tidak berpengharapan. Kekristenan akan dirusak, akan digerogoti. Pada saat saya berkata demikian, orang mengkritik, “Pendeta ini suka mengkritik, merasa hanya dia yang benar, yang lain tidak benar.” Jika Saudara belum pernah tahu betul- betul apa itu “benar”, Saudara tidak akan pernah sadar bahwa Saudara pasti tidak akan menemukan yang tidak sempurna itu sebagai yang tidak sempurna. Mungkin setelah saya meninggal baru orang mengerti apa yang sudah saya kerjakan semasa saya hidup, tapi sudah terlambat.

Satu zaman ini akan digerogoti oleh pengertian-pengertian tidak sempurna, tidak tepat, sehingga kekristenan akan dirusakkan oleh mereka yang disebut pemimpin-pemimpin gereja.
Kapan iman Kristen akan diluruskan kembali? Kapankah kita bertobat dan setia kepada firman Tuhan, dimana seluruh dunia akan lenyap tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya? Hari ini kita boleh melihat orang tidak senang terhadap pembahasan semacam ini, tetapi saya berkata, “Suatu hari gereja yang tidak selalu setia kepada firman Tuhan harus diadili terlebih dahulu. Dan pada saat itu sudah terlambat” Allah tidak mengadili berdasarkan seberapa banyak pendengar Saudara atau seberapa pandainya Saudara. Tidak! Allah akan bertanya, “Apa yang Saudara ajarkan?

No comments:

Post a Comment