Thursday, April 18, 2013

Peranan Wanita Dalam Pelayanan

(1) Yesus meninggikan para wanita di atas status yang diberikan kepada mereka oleh masyarakat. Lukas adalah seorang pria yang memberikan perhatian yang lebih besar pada wanita dalam catatannya daripada penulis-penulis Perjanjian Baru lainnya. Sepanjang kehidupan dan pelayanan Tuhan kita, Yesus mengasihi dan menjunjung tinggil para wanita. Dalam seluruh Injil, para wanita diuraikan sebagai terang yang sangat menyenangkan.

(2) Yesus memakai dan mendorong para wanita dalam pelayanan. Catatan Yesus mengenai wanita-wanita ini yang mengikuti Yesus dan mendukung  di Galilea adalah penghargaan kepada mereka dan kepada pelayanan mereka. Ini memuji para wanita untuk kesetiaan mereka dan komitmen kepada Tuhan dan ini memberi nilai pada pelayanan-pelayanan mereka sebagai suatu kemitraan dalam memproklamirkan Injil.

(3) Yesus membedakanpelayanan kaum wanita dengan kaum pria. Yesus tidak memakai kaum wanita dalam pelayanan dengan cara-cara yang sama yang Ia gunakan terhadap pria. Ia tidak memilih 6 pria dan 6 wanita sebagai rasul-rasul; Ia memilih 12 pria. Ia tidak mengutus 36 pria dan 36wanita dari kota ke kota ; Ia mengutus 72 pria. Yesus tidak mengutus kaum wanita untuk berkhotbah kepada orang-orang. Yesus menggunakan wanita dalam pelayanan, namun dalam suatu cara yang seluruhnya konsisten dengan prinsip-prinsip dan praktek-praktek rasul Paulus, prinsip-prinsip dan praktek-praktek yang dipandang sebagai “sempit” oleh beberapa kaum Injili dan kebanyakan lainnya. Yesus tidak memakai kaum wanita dalam pelayanan-pelayanan yang menyebabkan mereka mengajar atau memiliki otoritas di atas kaum pria.

(4) Yesus tidak mengizinkan budaya-Nya untuk mendiktekan cara-cara dimana wanita-wanita digunakan dalam pelayanan. Sekarang ini, beberapa orang Kristen dicobai untuk berpikir seperti ini: Yesus meninggikan wanita-wanita di atas budaya zaman mereka. Oleh karena itu orang-orang Kristen seharusnya terus mendorong hak-hak para wanita dan pelayanan yang melampaui standar-standar dan struktur-struktur masyarakat. Jika Yesus seorang “pembebas kaum wanita” pada zaman-Nya, gereja seharusnya membebaskan wanita sekarang ini.,

Mereka kehilangan poin tentang apa yang Yesus lakukan. Yesus tidak membiarkan budaya-Nya mendikte bagaimana wanita-wanitaberfungsi dalam pelayanan. Dalam zaman Yesus, budaya-budaya menekan para wanita. Dalam zaman kita, budaya kita membebaskan wanita untuk berkembang tanpa membedakan di antara pria dan wanita dalam urusan pelayanan mereka dan fungsi mereka. Di gereja kita harus menaati perintah-perintah Allah, dan bukan budaya. Jadi, daripada menekan budaya dengan meninggikan wanita (seperti Yesuslakukan), gereja dipaksa untuk memegang teguh pendirian dan menolak memberikan para wanita jabatan dan fungsi yang sudah jelas tidak alkitabiah. Para wanita dilarang dalam Firman Tuhan untuk mengajar atau memimpin pria (1 Timotius. 2:11-12), dan gereja harus taat, apakah budaya atau wanita menerima ini sebagai adil dan pantas atau tidak. Mengikuti Kristus sering berarti menolak budaya kita. Yesus tidak membiarkan budaya-Nya mendiktekan praktek-Nya, namun lebih menggunakan prinsip-prinsip ilahi. Kita harus melakukan seperti itu juga, apakah kita dipuji atau diejek karena taat. 

Dalam analisa akhir, kita tidak menghormati para wanita dengan memperlakukan mereka seperti pria. Kita menghormati mereka dengan memperlakukan mereka seperti seorang ciptaan istimewa Tuhan, dengan suatu pujian, bukan sebagai suatu peran yang bersaing dengan kaum pria.

(5) Kerohanian seseorang atau kepeduliannya terhadap Kristus tidak diukur oleh keunggulan, kuasa, atau posisi seseorang, namun oleh hati seseorang terhadap Allah dan pengabdian kepada-Nya. Alasan mengapa para pria dan wanita menuntut “hak” untuk memiliki posisi-posisi yang berkuasa dan kehormatan adalah karena kita berpikir bahwa kepedulian kita terhadap Tuhan diukur dengan status kita di hadapan manusia. Saya sedikit ragu-ragu bahwa para wanita yang Lukas sebutkan dalam teks kita lebih “rohani”, lebih cepat mengerti, daripada 12 murid. 

Para pria yang mengikuti Yesus ingin memanggil api turun terhadap musuh-musuh Tuhan; mereka ingin memperoleh kuasa dan kehebatan untuk diri mereka sendiri; mereka berdebat tentang siapa yang terbesar dalam kerajaan Allah; mereka gagal meraih pengertian-pengertian tentang apa yang Yesus katakan dan lakukan. Para wanita, sebaliknya, tampaknya lebih peka, lebih mengabdi pada ibadah murni pada Juruselamat, dan lebih lekas mengerti bahwa kematian Yesus menjadi nyata (karena itu, pengurapan Yesus untuk penguburan-Nya, oleh seorang wanita, tentu saja). 

Posisi dan kuasa tidak ada urusan dengan pengabdian mereka kepada Kristus dan akrabnya persekutuan mereka dengan-Nya. Jadi, “memiliki suatu pelayanan yang penting” tidaklah, dan tak pernah menjadi kekuatan yang mendorong dalam hidup wanita-wanita yang saleh ini. Mereka hanya ingin berada bersama-Nya, bahkan seandainya mereka sedang membasuh kaki-Nya. Mari kita juga berusaha memiliki pikiran seperti ini.